24 June 2009

HOPES, Sketsa Remaja Bebas Narkoba

Dalam sebuah kesempatan, terjadilah pembicaraan tentang makna sketsa. Jika banyak orang beranggapan sketsa tidak penting, dalam dialog tersebut menyimpulkan bahwa sketsa justru sangat penting. Dikatakan bahwa coret-coretan dalam sketsa sesungguhnya mewakili hal-hal yang paling esensial dari objek yang digambar. Hanya dari guratan sketsa ini orang bisa menarik kesimpulan tentang siapa atau apa yang digambar itu.

Dialog ini lalu membawa saya pada pertanyaan adakah hal-hal esensial (seperti yang diwakili oleh guratan sketsa) yang perlu dimiliki remaja dalam menghadapi tantangan zaman sekarang ini?

Ketika saya memperhatikan bagaimana anak-anak saya belajar, saya cukup terperangah dengan perbedaan drastis yang ada ketimbang ketika saya belajar dulu. Dengan kemajuan teknologi dalam dua puluh tahun terakhir, remaja kita sekarang sangat fasih dengan teknologi serta berbagai aplikasi canggih lainnya.

Bahkan sangat sulit membedakan ketika mereka chatting untuk sekadar merumpi atau chatting berdiskusi sambil tukar-menukar file laporan atau PR antarteman. Belum lagi semuanya ini dapat dilakukan bersama dengan riset online. Saya pun merasa sulit untuk memonitor apa yang terjadi sesungguhnya ketika mereka berjam-jam berada di depan layar komputer. Untung saja, di rumah kami ada peraturan tidak tertulis yang tidak menoleransi sama sekali adanya komputer atau TV pribadi di kamar anak. Ini juga salah satu cara yang saya rasa ampuh untuk memonitor anak dari pengaruh media yang ada.

Memang, zaman sudah benar-benar berubah. Saya rasa anak-anak kita tidak dapat membayangkan dunia tanpa teknologi online atau telepon genggam. Tentunya, di era globalisasi ini, remaja kita menghadapi jauh lebih banyak tantangan dan godaan. Harus diakui bahwa era ini juga membuka pintu pengetahuan tanpa batas sekaligus penjajaan hal-hal negatif seperti pornografi yang dengan mudah diakses gratis.

Bahkan, menurut catatan kantor PBB UNODC (United Nations Office of Drugs and Crimes), perdagangan narkoba online mulai meningkat tajam di beberapa tahun terakhir ini. Mulai dari kemudahan untuk membeli secara online bahan-bahan precursorsampai resep untuk membuat pil atau ramuan psikotropika di dapur rumah tersedia dengan lengkap. Betapa mengerikan era globalisasi ini!

Lagi-lagi pikiran tentang sketsa muncul di kepala. Guratan apa yang harus dibuat? Di zaman seperti ini, bagaimana kita dapat membesarkan remaja yang ‘tahan banting’? Sebagai ibu bagi dua anak remaja, saya berpikir kita perlu menyamakan persepsi kita sebagai orang tua dan persepsi remaja kita tentang apa arti ‘tahan banting’ itu.

Mungkin banyak orang beranggapan bahwa remaja tahan banting adalah remaja yang tetap kuat meski berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Namun bagi saya (yang mungkin mewakili suara para orang tua), remaja tahan banting adalah remaja yang memiliki kemampuan menghadapi semua ups (dari adanya akses bebas ke situs online dewasa yang menggoda, tawaran menggiurkan dari nikmatnya pergaulan, dll) dan downs(masalah, stres, pergolakan hormon, dll) yang datang silih berganti di kehidupan sehari-hari.

Remaja sendiri mungkin berpendapat lain. Pendapat mereka bisa jadi lebih mengarah pada satu kutub. Mungkin mereka lebih menitikberatkan pada bagian downs-nya. Yakni, kemampuan untuk ‘survival’. Ini termasuk kemampuan untuk tidak terpengaruh oleh arus-arus negatif tapi populer di sekolah atau kemampuan untuk mengatasi bullying atau bertahan ketika dikerjain teman sebaya.

Sering kali mereka lupa bahwa hal-hal yang didapat dengan mudah melalui internet pun dapat menjatuhkan mereka. Ini mungkin merupakan bagian dari ketahanan yang belum mereka mengerti. Kondisi ups membuat remaja sering lupa bahwa peluang untuk ‘jatuh’ akan lebih besar saat mereka berada di atas angin (populer di mata teman, juara kelas, dll), namun sering tidak terpikirkan. Mana mungkin ‘jatuh’ ketika ada di atas?

Pada kenyataannya, banyak orang jatuh justru ketika mereka meraih apa yang mereka anggap sebuah ‘sukses’. Di saat inilah manusia biasanya lengah. Dan, tidak sadar ketika godaan datang. Apalagi ketika merasa telah mencapai sebuah kesuksesan itu dan ternyata tidak mendatangkan sebuah pemenuhan rasa tertentu, bahkan terkadang rasa kurang puas atau ‘kok segini aja’ yang datang menghantui. Di sinilah dibutuhkan ketahanan yang lebih tinggi untuk selamat dari sebuah kesuksesan.

Remaja berisiko, remaja yang ‘COBA’
Namun sebelum bicara tentang bagaimana mengembangkan ketahanan remaja, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang bisa menjatuhkan remaja, khususnya dalam hal narkoba. Sejumlah faktor yang menyebabkan remaja jatuh ke dalam narkoba dapat disingkat menjadi COBA. COBA terdiri dari unsur (rasa ingin tahu), opportunity (kesempatan), biological (kondisi biologis); availability (ketersediaan).

Godaan biasanya menjadi lebih kompleks ketika terjadinya bersamaan dengan letupan-letupan hormonal yang terjadi dalam diri remaja. Tingginya keingintahuan (curiosity) akan hal-hal seperti seks, miras, dan tentunya narkoba membuat remaja berada pada kelompok berisiko jika tidak diimbangi dengan informasi dan iman yang cukup.

Letupan-letupan hormonal dan keinginan untuk memiliki kemerdekaan berkehendak biasanya membangkitkan niat atau ide-ide tertentu. Niat memang bersifat inheren (berasal dari dalam diri), namun faktor inheren ini tidak memiliki arti apa-apa jika didukung oleh faktor-faktor lainnya, seperti kesempatan, keturunan, dan ketersediaan bahkan kemudahan lain yang tersedia di dunia internet.

Faktor COBA ini akan bertambah dahsyat ketika remaja berharap akan imbalan sosial atau penghargaan tertentu yang dapat mengantar mereka ke sebuah jenjang identitas tertentu; sebuah jenjang yang ditandai dengan adanya kebebasan berkehendak dan penerimaan dari kelompok sebaya idaman hati.

Di samping kedua faktor COBA ini, ada pula sebagian remaja yang justru menggunakan alasan masa puber sebagai masa ‘ideal untuk jatuh’. Sebuah toleransi terhadap diri sendiri, seakan menghibur diri ketika lengah dan jatuh di masa sulit ini. Jatuh ke dalam eksperimentasi narkoba menjadi salah satu bahaya yang mengintai.

Pribadi bebas narkoba
Menjadi remaja yang tahan godaan, tahan banting, memang sebuah perjuangan. Dari menyelamatkan diri dari berbagai godaan sampai menepis narkoba bukan hal yang mudah. Sebuah penelitian menemukan lebih dari 70% remaja di Jakarta pernah ditawari narkoba. Bagaimana kita sebagai orang tua dapat mengenali remaja kita? Remaja seperti apa sebenarnya yang tahan banting?

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan Yayasan Cinta Anak Bangsa, diketahui bahwa remaja yang tahan banting adalah remaja yang memiliki ‘HOPES’. HOPES merupakan singkatan dari kepatuhan Hukum, arahan Orang tua, Persepsi kesehatan, kematangan Emosional dan Spiritual.

Kelima hal itu ditemukan melalui sebuah studi faktor protektif yang melibatkan lebih dari sebelas ribu remaja SMP dan SMA di Jakarta. Dengan asumsi bahwa ada sekitar 8%-12% remaja di Jakarta yang pernah menggunakan narkoba, studi ini mempunyai misi yang lain. Misinya adalah menanyakan kepada remaja yang belum pernah menggunakan narkoba mengapa mereka tidak tertarik untuk mencoba-coba narkoba seperti sebagian temannya yang lain.

Empat jawaban tertinggi pada pertanyaan ‘mengapa kamu tidak tergoda narkoba’ adalah faktor spiritual, kesadaran kesehatan, pengaruh orang tua, dan hukum. Namun, untuk mempermudah mengingat faktor-faktor tersebut yang saya singkat menjadi kata HOPES ini, jika dilihat dari urutan faktor terpenting harus dilihat terbalik. Faktor paling belakang (Spiritual) ternyata adalah faktor terpenting.

Kesadaran hukum
Adanya hukum serta penegakannya yang jelas dapat menimbulkan deteren efek pada masyarakat. Hal ini diakui beberapa responden remaja pada penelitian di atas.

Salah satu hal yang menyebabkan remaja tidak berani bermain dengan narkoba adalah takut ditangkap polisi dan dihukum keras jika tertangkap tangan. Walau seakan-akan di sisi lain ada remaja yang mengambil risiko untuk menggunakan narkoba dan yakin tidak akan tertangkap, ternyata kejelasan hukum dan penegakannya jelas telah memberi efek takut pada remaja kita.

Bahkan, lebih jauh, berdasarkan sebuah deklarasi yang dicanangkan beberapa bulan lalu oleh remaja se-Asia Pasifik di Bali, remaja setuju dengan sebuah kebijakan pemerintah yang memihak pada mayoritas. Kebijakan yang menolak segala penyalahgunaan narkoba dan semua terapi penyembuhan yang menggunakan cara-cara pengurangan dampak buruk seperti terapi substitusi metadon dan pembagian jarum suntik. Menurut mereka, rehabilitasi perlu diusahakan ke arah abstinensi dan bukan sekadar mengurangi dosis.

Arahan orang tua
Responden mengakui bahwa peran nasihat dan batasan yang pernah mereka dapatkan dari orang tua mereka sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan situasi yang mengharuskan mereka memilih.

Seorang ahli ilmu keluarga dari Universitas Minnesota, Dr Allen di tahun 2002 menyatakan bahwa membuat batasan dalam hidup anak itu sama seperti membangun pagar di sepanjang jembatan. Pagar ini adalah pagar kasih yang melindungi anak dari bahaya fisik dan psikologis di kehidupan sehari- hari. Ellen Galinsky dari Ohio State University menambahkan bahwa ‘pagar’ ini justru membuat anak merasa lebih aman dan dicinta.

Berbagai penelitian mengonfirmasi bahwa keterlibatan aktif orang tua dalam hidup anak dapat mengurangi risiko anak terkena narkoba. Penelitian yang dilakukan oleh NIDA (National Institute of Drug Abuse, Amerika) di tahun 2002 menemukan bahwa orang tua yang berkomitmen untuk makan bersama anak setidaknya 4-5 kali seminggu akan menurunkan risiko anak terkena narkoba hingga 50%.

Persepsi kesehatan
Persepsi di sini bicara tentang dua hal. Pertama, persepsi remaja terhadap pengaruh narkoba pada kesehatan mereka. Kedua, persepsi remaja tentang pentingnya mengadopsi gaya hidup positif.

Peran kedua persepsi terhadap pilihan-pilihan yang diambil remaja dalam hidupnya sangat besar. Persepsi yang melandasi munculnya niat atau motif untuk turut atau tidaknya ke dalam perilaku berisiko seperti narkoba dan seks bebas, misalnya. Eksposure yang memadai atas hal ini akan menumbuhkan persepsi tentang pentingnya kesehatan dan gaya hidup positif.

Ada pertanyaan sederhana yang dapat kita tanyakan kepada remaja kita untuk mengecek persepsi mereka tentang narkoba. Tanyakan kepada mereka mana yang benar, narkoba berbahaya karena ilegal atau narkoba ilegal karena berbahaya?

Kematangan emosi
Remaja dianggap sebagai masa topan-badai sehubungan banyaknya perubahan yang terjadi pada dirinya (fisik dan emosional). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang mampu mengendalikan dirinya (tidak mengikuti dorongan yang meletup-letup) ternyata lebih bisa terhindar dari masalah narkoba.

Kematangan emosi juga terkait dengan bagaimana mereka mengatasi persoalan yang muncul. Mereka yang mampu menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin ternyata lebih terhindar dari bahaya narkoba.

Membiasakan remaja untuk mampu mengambil keputusan secara rasional dan mandiri merupakan salah satu cara yang sangat disarankan untuk para orang tua.

Spiritual
Hal yang paling menarik yang ditemukan pada penelitian ini adalah jawaban responden terhadap apa yang membuat mereka tidak mau bereksperimen dengan narkoba. Mulai dari ‘takut masuk neraka’ atau ‘takut Tuhan marah’ sampai ke keyakinan remaja bahwa ‘narkoba itu kan dosa’.

Dasar iman pada diri remaja adalah salah satu faktor protektif terandal. Iman diyakini remaja dapat membawa mereka kepada keluhuran budi dan moralitas. Remaja mengakui kesetiaan mereka terhadap iman yang mereka pilih membawa sejahtera dan damai di hati. Ini adalah hal pribadi yang tidak dapat dipungkiri. Memang, kebenaran yang didasari iman itu akan tertanam dalam hati kita dan kelak menjadi lentera yang menerangi jalan ketika kita menghadapi tantangan dan pilihan dalam hidup.

Tingkat spiritual ini tentunya menjadi kompas bagi remaja untuk membuat pilihan-pilihan bijaksana mulai dari dunia online sampai kepada pilihan mengenai narkoba.

Selama ada HOPES, ada harapan
HOPES tentunya berarti pengharapan. Saya rasa kita memiliki harapan luar biasa ketika kita memberikan kepercayaan kepada remaja. Kepercayaan yang berlandaskan kasih dan pengetahuan yang benar yang membekali mereka di saat-saat sulit.

Sebagian besar remaja tahu membedakan yang baik dan buruk karena mereka memiliki faktor protektif alami dalam diri mereka. Selama mereka tidak mengeraskan hati dan memungkiri kebenaran yang tertulis di hati mereka, harapan untuk Indonesia bebas narkoba masih ada.

Artikel ini merupakan artikel terakhir dalam serial antinarkoba yang dicanangkan oleh harian Media Indonesia sejak Oktober 2007. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa perjuangan untuk Indonesia bebas narkoba berhenti sampai di sini.

Dalam menulis artikel ini saya pun teringat kembali artikel pertama yang ditulis dalam serial ini yaitu ‘Generasi Tanpa Tujuan: Mau Beranjak ke Mana Kita?’ Begitu banyak fakta dan tantangan yang terungkap dalam tulisan tersebut dan juga tulisan-tulisan selanjutnya. Lalu saya juga teringat dengan obrolan tentang sketsa tadi.

Dan, bisa jadi bahwa sketsa yang harus kita goreskan tentang remaja masa depan yang tahan banting adalah sketsa remaja dengan guratan-guratan HOPES, sehingga masih ada asa untuk masa depan yang lebih baik.

Mari membuat sketsa untuk kebaikan kita semua.

No comments:

Post a Comment

silahkan isi Comment Anda :